Podo Sinau Bareng

Ka’batul musyarrafah itu ialah Bailtullah

Ada suatu cerita yang indah diriwayatkan oleh Bukhari berkenaan dengan telaga Zam-zam. Di bawah ini kita cantumkan ringkasannya sebagai berikut :
Ibrahim datang membawa anaknya yang masih bayi, yaitu Ismail, serta ibunya. Mereka keduanya ditempatkan pada suatu tempat didekat telaga Zam-zam yang sekarang. Untuk jadi bekal bagi kedua orang itu ditinggalkan oleh Ibrahim sebuah karung kecil berisi buah korma, dan sebuah kendi berisi air, dan diapun berangkatlah hendak kembali. Maka berserulah ibu Ismail "Hendak ke mana engkau, hai Ibrahim? Akan engkau tinggalkalah kami berdua di lembah ini?"
Karena Ibrahim tidak menoleh, maka ibu Ismail bertanya lagi: "Apakah Tuhan yang menyuruhmu berbuat begini !"
"Betul !" jawab Ibrahim.
"Kalau begitu tentu Dia tidak akan menyia-nyiakan kami ?" ujar ibu Ismail lagi.
Setelah beberapa hari berselang, habislah makana dan air yang ditinggalkan Nabi Ibrahim. Akhirnya air susu ibu Ismail menjadi kering. Ibu Ismail lalu berlari-lari anjing antara bukit Safa dan bukit Marwa, untuk melihat kalau-kalau ada orang yang dapat memberi mereka makanan dan minuman. Tujuh kali dia berlari-lari anjing itu. Untuk memperingati peristiwa ibu Ismail ini maka orang yang mengerjakan ibadah haji berlari-lari anjing tujuh kali antara dua bukit itu.
Pada kali yang ketujuh kelihatan oleh ibu Ismail malaikat menjelma sebagai burung yang sedang mematuk-matuk tanah dengan paruhnya. Maka keluarlah air di tempat itu. Menurut riwayat lain air memancardi dekat kaki Ismail, waktu tempat itu dihantam-hantaminya dengan kakinya ketika ia menangis.
Itulah dia telaga Zam-zam, suatu telaga yang menjadi sebab utama bagi kemakmuran tempat ini. Sebagai diketahui air di padang pasir adalah sumber hidup. Di mana ada air disana ada hidup dan disana ada kemakmuran. Apalagi timbulnya air dengan cara yang disebutkan, menyebabkan tempat ini mendapat semacam kesucian dalam pandangan bangsa Arab. Mereka berdatangan ke tempat itu untuk menyaksikan anak kecil yang dibawah telapak kakinya memancar mata air. Mereka coba meminum air yang memancar sebagai menghormati bayi yang masih menyusui itu.
Tidak jauh dari tempat itu terletak kota Makkah. Kota ini terletak kira-kira di tengah-tengah Jazirah Arab. Letaknya yang baik ini, menyebabkannya menjadi tempat perhentian bagi kafilah-kafilah perniagaan. Setelah mata air mamncar dari telaga Zam-zam, rumah-rumah kota Makkah telah sampai ke dekat telaga itu.
Sekali peristiwa, datanglah Ibrahim ke Hejaz untuk melihat puteranya. Maka kelihatanlah olehnya betapa puteranya menjadi penghormatan yang besar, dan betapa orang dari segenap penjuru Jazirah Arab berdatangan ke sana. Oleh karena itu Ibrahim bersama-sama dengan puteranya itu membangun Ka’bah, agar dapat dijadikan tempat mengerjakan syi’ar agama Ibrahim, Inilah yang diceritakan oleh Tuhan di dalam al Quran.
ka'bah
Ka’batul musyarrafah itu ialah Bailtullah atau disebut juga Baitul ‘Atiq, yaitu sebuah bangunan bebentuk kubus. Dibangun di bagian yang paling luas dilembah itu. Tingginya 15 meter. Panjang didingnya yang sebelah barat masing-masing kira-kira 12 meter. Pada didingnya yang sebelah timur disitulah pintu Ka’bak itu. Di pojok Ka’bah yang sebelah tenggara sebelah keluar terdapat Hajarul Aswad. Dia tertinggi dari tanah kira-kira satu setengah meter. Dari Hajarul Aswad itulah dimulai thawaf.
Tatkala Nabi Ibrahim telah selesai mendirikan Ka’bah berserulah dia kepada Tuhan :

"Ya Tuhan kami ! Aku telah menempatkan sebagian dari keturunanku pada suatu lembah yang tiada bertanam-tanama, di dekat rumah-Mu yang dihormati. Ya tuhan kami, agar mereka mendirikan sembahyang. Maka jadikanlah hati manusia cenderung kepada mereka, dan beri rezekilah mereka dengan buah tanam-tanaman." (Ibrahim 37)

Tuhan telah memperkenankan do’a Nabi Ibrahim ini, dan ditunjukakanlah oleh Tuhan kepadanya begaimana caranya agar maksud itu terlaksana. Berfirman Tuhan :

"Beritahukanlah kepada kami manusia untuk mengerjakan haji niscaya mereka datang kepada engkau dengan berjalan kaki, atau menunggu kendaraan yang kurus – karena jauhnya perjalanan dari tiap-tiap negeri yang jauh." (Al Hajj 27).

Maka diberitahukan dan diserulah manusia oleh Nabi Ibrahim untuk mengerjakan haji, dan mereka pun memperkenankan seruan itu. Maka semenjak itu berdatangankah manusia dari segenap penjuru dan dari bermacam-macam negeri didunia ini ke Makkah Almukarramah untuk mengerjakan Ibadah Haji.
Di dalam Ka’bah itulah dahulu upacara-upacara agama dilakukan. Akan tetapi, karena banyaknya orang yang berdatangan ke Makkah dan banyaknya orang mengerjakan haji, maka tempat yang kecil itu menjadi sempit.
Oleh karena itu bangsa Arab bersepakat untuk mempergunakan sebagian dari tanah yang di sekeliling Ka’bah itu untuk tempat mengadakan upacara-upacara keagamaan, dan mereka pandang sucilah tempat itu, oleh karenanya tempat itu mereka sebut "Haram", Yakni tempat yang dimuliakan. Dikala datang agama Islam dan sembahyang disyari’atkan, maka di temapat itulah sembahyang dikerjakan, oleh karenanya maka dinamailah tempat itu "Masjidul Haram".

Pemerintah di Makkah
Kota makkah adalah satu tempatyang dipandang suci oleh seluruh bangsa Arab. Bangsa Arab dari seluruh penjuru Jazirah Arab berdatangan ke kota Makkah untuk mengerjakan Haji atau umrah. Oleh karena itu bangsa Arab seluruhnya sela sekata melarang berperang dalam bulan-bulan haji, yaitu Zulkaidah, Zulijjah, dan Muharram. Begitu juga di bulan Rajab, karena di bulan Rajab itu banyak dikerjakan umrah. Bulan-bulan yang disebutkan itu mereka namai "Asyhru’l Hurum" (Bulan-bulan yang terlarang).
Demikian pula mereka telah sepakat untuk melarang berperang di Haram Makkah itu. Sikap ini adalah semacam persetujuan yang dibuat oleh badan-badan yang memegang pemerintah di Tanah Arab berkenaan dengan kota Makkah.
Kota Makkah itu sendiri pun semenjak masa paginya betul telah mengenal pemerintahan. Diantara suku-suku yang telah memegang kekuasaan di Makkah yang terkenal ialah suku-suku Amaliqah, yaitu sebelum Nabi Ismail dilahirkan.
Kemudian datang pula ke Makkah suku-suku Jurhum dan mereka menetap di Makkah, bersama-sama dengan suku-suku Amaliqah. Akan tetapi suku-suku Jurhum kemusian dapat mengalahkan dan mengusir suku-suku Amaliqah dan Makkah.
Dimasa Jurhum berkuasa itulah Ismail datang ke Makkah. Ismail terdiri dalam terdidik dalam lingkungan Jurhum, dan kemudian kawin dengan salah seorang putri dari Jurhum.
Karena kota Makkah telah menjadi tempat yang dipandang suci oleh segenap bangsa Arab, maka berdirilah di sana pemerintahan untuk melindungi jemaah-jemaah haji dan menjamin keamanan, keselamatan dan ketentraman mereka.
Rupanya telah terjadi pembagian kerja antara orang-orang Jurhum dan Ismail, yaitu : urusan-urusan politik dan peperangan dipegang oleh orang-orang Jurhum, sedang Ismail mencurahkan tenaganya untuk berkhimat kepada Baitullah dan urusan-urusan keagamaan.
Orang-orang Jurhum kemudian telah menjadi kaya, karena itu mereka telah tenggelam dalam kenikmatan hidup, dan lupalah mereka kepada kewajibannya. Oleh karena itu berpikirlah oleh suku Khuza’ah yang juga telah menetap di Makkah hendak merebut kekuasaan dari Jurhum.
Mudhadhim ibnu ‘Amr al Jurhumi salah seorang pemimpin Jurhum tiadalah mampu untuk menginsafkan orang-orangJurhum itu, dan dirasanya bahwa mereka lemah. Oleh karena itu berangkatlah dia meninggalkan Makkah bersama-sama kaumnya. Ikut pula bersama-sama mereka putra-putra Ismail.
Oleh Mudhadhim ibnu ‘Amr sebelum meninggalakn Makkahtelaga Zam-zam ditimbuninya dengan tanah. Setelah Jurhum meninggalkan Makkah berpindahlah kekuasaan ke tangan Khuza’ah, yaitu pada tahun 440 M.
Qushai inilah yang mendirikan Darun Nadwah, untuk tempat bermusyawarah bagi penduduk Makkah di bawah pengawasan Qushai. Dia pulalah yang mengatur urusan-urusan yang berhubungan dengan Ka’bah, yaitu:
    As Siqayah (Menyediakan air minum).
    Karena telaga Zam-zam telah ditimbun dengan tanah, maka amat sulitlah memperoleh Makkah (telaga Zam-zam itu kemudian digali kembali oleh Abdul Mutthalib)
    Sebab itu air untuk diminum oleh jemaah-jemaah haji haruslah didatangkan oleh orang yang memegang urusan siqayah dari perigi-perigi yang berada di tempat-tempat yang jauh. Air ini diletakkan di dalam bak-bak dan dicampuri sedikit dengan buah kurma dan anggur kering agar berasa manis.
    Ar Rifadah (Menyediakan makanan)
    Untuk jemaah haji yang tidak mampu haruslah disediakan makanan. Biasanya Quraisy memberikan sebagian dari harta mereka kepada Qushai, agar dipergunakannya untuk menyediakan makananbagi jemaah haji yang kurang mampu.

    Al Liwa’ (Bendera)
Yaitu menjaga Ka’bah, dan memegang anak kuncinya.
Quraisy berkuasa di Makkah sampai datang agama Islam. Selama itu urusan yang empat macam itu dipegang oleh putera-putera Qushai berganti-ganti, sampai akhirnya dipegang oleh Abdul Mutthalib nenek Raullah SAW.

Tahun Gajah
Beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad dilahirkan, negeri Habsyl berhasil menaklukan negeri Yaman. Diantara gubernur yang pernah memerintah di Yaman atas nama raja Habsyl, seorang bernama Abrahah. Dikala Abrahah ini memperhatikan betapa bangsa Arab memuliakan negeri Makkah, dan memeperhatikan mereka berdatangandari segenap penjuru tanah Arab untuk mengerjakan haji di Ka’bah, terpikir olehnyahendak mendirikansebuah bangunan yang lebih besar dari Ka’bah dan hendak menyeru bangsa Arab agar menghadapkan muka dan berkunjung ke tempat itu. Lalu didirikannyalah sebuah gereja besar, dan dianjurkannya agar bangsa Arab mengerjakan Haji ke sana. Akan tetapi perbuatan dan anjurannya itu menimbulkan amarah dalam kalangan bangsa Arab.
Seorang dari Bani Malik Ibnu Kinanah bangkit, seraya bersumpah bahwa dia akan merudakkan gereja itu. Maka datanglah orang ini ke Yaman, dan masuklah dia ke dalam gereja itu berpura-pura hendak beribadat. Diwaktu hari telah malam dan orangpun tidak ada lagi di gereja itu, dirusaknyalah perabot-perabot gereja itu, dan diubarnya dinding-dindingnya dengan kotoran.
Abrahah mengetahui apa yang terjadi, pada keesokan harinya. Dikatakan, bahwa ada seorang Arab bermalam di sana dan dialah yang disangka mengerjakan perbuatan-perbuatan itu, maka bersumpahlah ia hendak meruntuhkan Ka’bah. Lalu berangkatlah ia dengan sepasukan besar terdiri dari tentara Habsyl yang didahuli oleh tentara bergajah. Kemudian dia berhenti tidak berapa jauh dari kota Makkah.
Yang berkuasa di Makkah dewasa itu ialah Abdul Mutthalib Ibnu Hasyim, nenek dari Nabi Muhammad SAW. Abrahah merampas unta kepunyaan Abdul Mutthalib yang sedang dilepaskan ditempat Abrahah berhenti itu. Oleh Abrahah dipanggil Abdul Mutthalib, supaya datang menghadapnya, setelah Abdul Mutthalib datang, Abrahah berkata kepada: "Saya datang ke Makkah ini bukanlah untuk memerangi kamu, hanya hendak merubuhkan Ka’bah. Maka kalau kamu menghalangi maksudku ini barulah kamu saya perangi. Dan bilamana kamu tiada menghalangi, saya pun tiada akan menumpahkan darah, "Perkataan Abrahah ini dijawab oleh Abdul Muthhalib : "Kami tiada mampu untuk menghalangi maksudmu. Hanya saya minta kepadamu agar engkau mengembalikan semua untaku yang engkau rampas itu." Abrahah lalu berkata : "Tadinya aku amat segan padamu di waktu mula-mula melihatmu. Akan tetapi sekarang sesudah engkau berbicara dengan aku, tak ada lagi hargamu dalam pandanganku. Apakah hanya unta yang engkau bicarakan dengan aku, dan aku lupakan Ka’bah, sedang dia adalah agamamu, dan agama nenk moyangmu?" Abdul Mutthalib menjawab :"Akan unta itu, akulah yang punya, adapun Baitullah itu dia ada mempunyai Tuhan yang memeliharanya."
Dalam pada itu Abdul Mutthalib mengajukan kepada Abrahah sepertiga harta Tihamah, asal dia kembali dan tidak jadi meneruskan maksudnya merubuhkan Ka’bah. Akan tetapi Abrahah tetap hendak merubuhkan Ka’bah itu.
Maka kembalilah Abdul Mutthalib ke Makkah, dan tawaflah dia sekeliling Baitullah seraya menyebut beberapa kalibait syair, dan orang-orang yang sama-sama tawaf dengan dia pun turut mengulang-ulang syair itu, yaitu :
"Hai Tuhan! Tak ada yang kami harapakan selain Mu!

Hai Tuhan! Slamatkanlah dari serangan mereka rumah Mu!
Musuh rumah Mu ialah orang yang memusuhi Mu."

Doa Abdul Mutthalib ini diperkenenkan oleh Tuhan. Al Quranul Karim telah menceritakan bagaimana akibat yang diderita oleh Abrahah dantentara gajahnya itu dalam ayat-ayat suci :

"Tiadalah engkau tahu, bagaimana Tuhanmu telah bebuat terhadap balatentara yang mempunyai gajah itu? Tiadakah dijadikan-Nya tipu-daya mereka menjadi sia-sia belaka? Dan dikirim-Nya kepada mereka burung yang berbondong-bondong: yang melempar meeka dengan batu dari tanah keras. Maka dijadikan-Nyalah mereka hancur luluh, laksana daun tanaman yang telah dimamah." (Surat Al Fil)

Peristiwa tentara bergajah ini adalah suatu peristiwa yang penting dalam sejarah bangsa
Arab, karena itu mereka menjadikan peristiwa-peristiwa yang penting dengan tahun gajah itu, dan di tahun gajah itulah dilahirkan Nabi Muhammad SAW. (Ibnul Qaiyun : Zadul Ma’ad I : 17)
Tag : Mutiara
0 Komentar untuk "Ka’batul musyarrafah itu ialah Bailtullah "

Most Trending

Back To Top