Petaka Kebohongan Sebagaimana postingan sebelumnya JADIKAN KEJUJURAN SEBAGAI MOTIVASI HIDUP KITA, betapa berartinya sebuah kejujuran karena kejujuran akan membawa kita kepada kebaikan, dan kebaikan akan membawa kita ke surga. Sebaliknya, betapa berbahayanya sebuah kebohongan. Kebohongan akan mengakibatkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika seseorang sudah menutupi sebuah kebenaran, apalagi menyelewengkan kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang dikhianatinya itu. Allah Swt. berfirman dalam al-Quran yang artinya:
“...Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.’’ (Q.S. Ali ‘Imran/3: 161)
Rasulullah Saw. juga telah mengingatkan tentang petaka kebohongan dalam hadist yang artinya : “Dari Abu Hurairah ra., dia berkata; Rasulullah saw., bersabda,
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu, Ruwaibidhah berbicara.” Ada sahabat yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah)
Syaikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, bahwa menjaga amanah berarti menunaikan dengan baik terhadap hak-hak Allah Swt. dan hak-hak manusia tanpa terpengaruh oleh perubahan keadaan, baik susah maupun senang. Bohong sebenarnya adalah upaya seseorang untuk mengalihkan fakta yang sebenarnya. Pada saat seseorang berbohong, maka petaka kebohongan akan terjadi setelah itu. Sebenarnya dia sedang melawan tentang apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Saat berbohong sebenarnya terjadi konflik bathin dalam dirinya, ingin berkata jujur atau berkata bohong. Karena sebenarnya hati nurani kita akan berbicara sebenarnya, berbicara sejujurnya, tidak bisa berbohong.
“...Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.’’ (Q.S. Ali ‘Imran/3: 161)
Rasulullah Saw. juga telah mengingatkan tentang petaka kebohongan dalam hadist yang artinya : “Dari Abu Hurairah ra., dia berkata; Rasulullah saw., bersabda,
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu, Ruwaibidhah berbicara.” Ada sahabat yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah)
Syaikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, bahwa menjaga amanah berarti menunaikan dengan baik terhadap hak-hak Allah Swt. dan hak-hak manusia tanpa terpengaruh oleh perubahan keadaan, baik susah maupun senang. Bohong sebenarnya adalah upaya seseorang untuk mengalihkan fakta yang sebenarnya. Pada saat seseorang berbohong, maka petaka kebohongan akan terjadi setelah itu. Sebenarnya dia sedang melawan tentang apa yang sebenarnya ingin disampaikan. Saat berbohong sebenarnya terjadi konflik bathin dalam dirinya, ingin berkata jujur atau berkata bohong. Karena sebenarnya hati nurani kita akan berbicara sebenarnya, berbicara sejujurnya, tidak bisa berbohong.
0 Komentar untuk "Beban bagi orang yang berbohong"